Menata Ulang Pendidikan Hindu
Upaya Melahirkan Payung Hukum bagi Widyalaya dan Pasraman di Buleleng

17 Oktober 2025 | Menata Ulang Pendidikan Hindu Upaya Melahirkan Payung Hukum bagi Widyalaya dan Pasraman di Buleleng


Singaraja, Humas - Di tengah arus modernisasi yang kian deras, ada satu upaya namun bermakna tengah dilakukan di Buleleng. Sebuah langkah penting untuk menjaga akar pendidikan berbasis nilai Hindu agar tetap tumbuh kokoh di tanah kelahirannya sendiri.

Pemerintah Kabupaten Buleleng bersama DPRD setempat kini tengah merancang Peraturan Daerah (Perda) tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pendidikan Widyalaya dan Pasraman, dua pilar utama pendidikan Hindu yang tengah hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Tidak sendiri, proses penyusunan naskah akademik rancangan perda ini turut melibatkan para akademisi dari Institut Mpu Kuturan (IMK). Mereka adalah Dr. I Made Bagus Andi Purnomo, M.Pd, Dr. Ida Bagus Putu Eka Suadnyana, S.H.H., M.Fil.H, dan Ketut Pasek Gunawan, M.Pd.H. Bersama tim DPRD dan Kemenkum Bali, mereka duduk satu meja, berdiskusi, dan menimbang setiap kalimat dan makna, agar regulasi yang lahir kelak benar-benar mampu menjawab kebutuhan pendidikan Hindu di daerah.

Bagi Dr. I Made Bagus Andi Purnomo, keterlibatan perguruan tinggi dalam proses ini bukan sekadar formalitas akademik, melainkan bentuk nyata dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, terutama dalam aspek pengabdian dan pengembangan kebijakan publik berbasis riset.

“Ranperda ini akan menjadi tonggak penting bagi penguatan lembaga pendidikan Hindu di daerah, terutama dalam hal standarisasi kurikulum, tata kelola kelembagaan, serta dukungan pendanaan dari pemerintah daerah,” ujar Bagus Andi Purnomo.

Baginya, widyalaya dan pasraman bukan sekadar lembaga pendidikan alternatif, tetapi juga benteng kebudayaan dan moral masyarakat Hindu khususnya di Bali Utara. Ditengah derasnya perubahan sosial dan kemajuan teknologi, lembaga-lembaga ini menjadi ruang dimana nilai-nilai seperti tat twam asi, tri hita karana, dan satya dharma tetap dihidupkan.

“Kalau kita bicara pendidikan Hindu, kita bicara tentang upaya menata manusia agar selaras dengan alam dan nilai-nilai spiritualnya. Dan itu tidak bisa diukur hanya dengan capaian akademik, tapi juga dengan ketulusan, pengabdian, dan kesadaran dharma,” kata Bagus Purnomo.

Dalam proses penyusunan rancangan, tim akademisi dari IMK tidak hanya memberikan masukan konseptual. Mereka juga menyusun naskah akademik yang menjadi fondasi dari rancangan perda ini, mulai dari dasar filosofis, yuridis, hingga sosiologis.

Dalam naskah tersebut, dijabarkan bagaimana widyalaya sebagai pendidikan umum bercirikan Hindu dan pasraman sebagai pendidikan keagamaan Hindu memiliki karakteristik tersendiri yang perlu difasilitasi negara. Baik dari aspek kelembagaan, kurikulum, hingga hak-hak guru dan peserta didik.

“Kita ingin memastikan perda ini bukan hanya sesuai dengan nilai-nilai keagamaan Hindu, tapi juga sejalan dengan prinsip pendidikan nasional. Sehingga masyarakat tidak melihat pasraman sebagai pendidikan tradisional semata, tapi sebagai bagian dari sistem pendidikan formal yang berdaya saing,” terang Bagus Andi.

Di Bali, widyalaya sering diartikan sebagai sekolah bercirikan Hindu, sebuah ruang belajar yang menggabungkan ilmu pengetahuan modern dengan nilai-nilai spiritual. Namun bagi Bagus Andi, makna widyalaya jauh lebih dalam. Ia adalah tempat pembentukan karakter, di mana ilmu dan dharma bertemu.

“Kalau sekolah umum mengajarkan cara berpikir, maka widyalaya mengajarkan cara merasakan dan bertindak dengan bijak,” ujarnya.

Karena itu, ia menilai kehadiran regulasi ini sangat penting. Tanpa payung hukum yang kuat, banyak widyalaya dan pasraman berjalan dengan sumber daya terbatas. Dengan adanya perda, lembaga-lembaga tersebut diharapkan bisa mendapat perhatian yang lebih besar, termasuk dalam hal pendanaan, sertifikasi tenaga pendidik, serta pembinaan kurikulum yang terstandar namun tetap berakar pada kearifan lokal.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Nyoman Sukarmen menyampaikan apresiasi atas dukungan akademisi Institut Mpu Kuturan. Kolaborasi ini dinilai strategis untuk memperkuat legitimasi akademik sekaligus memperkaya substansi peraturan daerah agar implementatif di lapangan.

“Masukan dari pihak kampus sangat berharga, terutama dalam memastikan Ranperda ini berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan Hindu di Buleleng,” ujarnya.

Dengan adanya Ranperda tersebut, diharapkan penyelenggaraan Widyalaya dan Pasraman di Kabupaten Buleleng dapat berlangsung lebih terarah, memiliki standar mutu yang jelas, serta mendapat perhatian yang proporsional dari pemerintah daerah.

Langkah sinergis antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi lintas sektor mampu mendorong kemajuan pendidikan keagamaan di Bali Utara. Keberadaan dan eksistensi Widyalaya kedepan juga menjadi penopang keberadaan IMK sebagai lembaga pendidikan tinggi keagamaan Hindu. (hms)